Training ESQ Memutus Rantai Kekerasan Seksual pada Anak
Dr. HC Ary Ginanjar Agustian – Pakar Pembangunan Karakter
Kasus kekerasan seksual
pada anak TK di sebuah sekolah bertaraf internasional mengejutkan
banyak orang. Betapa rentannya keamanan dan perlindungan anak kita saat
ini. Bahkan ‘kecolongan’ bisa terjadi di
tempat yang dikenal sebagai sekolah yang aman dengan penjagaan ekstra
ketat. Sedangkan pelaku kejahatan itu tidak lain para petugas cleaning service dari perusahaan jasa yang bereputasi, bahkan terlaris di dunia.
Karena terjadi di sebuah sekolah ternama, maka kasus ini mendapat pemberitaan dan sorotan media
cukup luas. Namun sesungguhnya masih banyak kasus serupa yang tidak
terungkap. Seorang ibu mengaku memilih tidak melapor kasus yang menimpa
putrinya kelas 3 SD. Dia mendapat pelecehan kekerasan seksual di dalam mobil
jemputan saat mengantar anak tersebut pulang ke rumah. Jarak dari rumah
terakhir anak yang diantar ke rumahnya sejauh 5 km. Si ibu tak dapat
membayangkan apa yang dilakukan si sopir pada anaknya di sepanjang 5 km
itu. Mengingat untuk melapor ke polisi harus ada bukti, juga visum
dokter, serta harus ada pemeriksaan membuat sang ibu khawatir malah akan
membuat anak semakin trauma. Dia hanya ingin fokus pada pemulihan
psikis anaknya.
Artinya hal seperti ini ibarat gunung es
yang mencuat hanya seujung saja. Kenyataannya, di lapangan kasus serupa
begitu banyak jumlahnya. Tahun 2013 Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dra. Badriyah Fayumi, Lc., MA menyatakan bahwa tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual pada anak. Hal itu didasarkan pada fakta kekerasan seksual
pada anak yang sudah berada titik yang sangat mengerikan dan
memprihatikan baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Dalam tiga
tahun, setiap bulan rata-rata 45 anak mengalami kekerasan seksual. Sedangkan sejahatan seksual pada anak belakangan ini makin sadis dan di luar nalar sehat.
Mengikuti berita-berita semacam ini
sungguh membuat hati dan kepala kita sakit. Betapa zaman saat ini banyak
manusia yang bukan manusia. Anak-anak yang berangkat ke sekolah untuk
mendapat siraman ilmu sehingga jiwa dan pikirannya tumbuh kembang, malah
dirusak sehingga masa depannya terhantui bayang-bayang trauma masa kecil.
Melihat fenomena kekerasan seksual yang juga tak kunjung surut, maka tahun darurat kekerasan seksual
akan berlaku setiap tahun. Apakah kita akan membiarkan hal ini terus
berlangsung ? Sebuah fakta yang juga mengkhawatirkan menurut para
psikolog, korban kekerasan seksual sodomi cenderung menjadi pelaku sodomi di kemudian hari.
Seperti yang dilakukan Baekuni alias
Babe. Dia pernah melakukan kejahatan seksual pada 14 anak yang sebagian
korbannya dibunuh. Ternyata menurut pengakuannya, saat berusia 12 tahun
dia pernah di sodomi di Lapangan Banteng. Demikian juga dengan Sartono
yang diketahui sudah melakukan hal serupa pada 96 korban. Pada umur 13
tahun dia pernah menjadi korban sodomi di Stasiun Cirebon.
Jika saat ini makin banyak korban yang sebagiannya kemudian menjadi pelaku, bagaimana angka-angka kekerasan seksual pada anak di tahun-tahun mendatang?
Kemudahan mengakses konten pornografi baik berupa gambar
maupun video adalah faktor penyebab meningkatnya perilaku seks saat
ini. Sedangkan anak-anak adalah korban yang paling rentan karena dari
sisi fisik sangat tidak berdaya dan tidak mampu melawan.
Akankah bola salju ini akan kita biarkan
bergulir hingga angkanya makin mengerikan ? Tentu harus ada langkah dan
upaya konkrit untuk menghentikan semua ini.
Upaya seperti apa upaya yang harus
dilakukan ? Di sekolah internasional yang sedang mendapat sorotan luas
itu, setelah terjadinya insiden pihak sekolah langsung memasang CCTV
(closed-circuit television) pada area toilet. Sehingga diharapkan
kejadian serupa tidak terulang.
Banyak orang yang melihat fenomena ini
sebagai permasalahan sistem atau perangkat. Terbukti pasca kejadian ini,
pemasang iklan perangkat CCTV meningkat terutama di media online.
Banyak sekolah yang kemudian memasang alat ini karena khawatir kejadian
serupa menimpa sekolahnya.
Jika masalahnya pada CCTV, sekolah
internasional tersebut ternyata sudah memasang 400 CCTV (closed-circuit
television) yang dipasang di berbagai sudut di sekolah. Begitu pula SOP
(Standar Operational Procedure) pengamanan pun sudah dilakukan pihak
sekolah dengan sangat luar biasa. Lalu apa masalahnya ?
Sarana atau perangkat tentu sangat
mendukung, namun bukan satu-satunya solusi dan yang terpenting.
Bagaimanapun sarana adalah alat ciptaan manusia yang juga dapat
disiasati manusia. SOP juga adalah sebuah standar yang ditulis oleh
manusia dan yang menjalankannya juga manusia. Jadi kembali yang
terpenting adalah faktor manusia yang menjalankannya.
Perlu upaya untuk membangun karakter dan mental
manusia-manusia yang dekat dan ada di sekitar anak. Seringkali dalam
menyiapkan SDM sebuah lembaga lebih sibuk pada training membangun skill-nya. Para cleaning service dijejali teori bagaimana cara membersihkan lantai yang mengkilat, yang efektif, dan memuaskan.
Para sopir dilatih cara berkendara yang
baik, diberitahu arti rambu-rambu lalu lintas, diajari cara merawat
kendaraan. Namun mereka lupa bagimana mengasah hati nurani agar mereka
mendapatkan makna dari pekerjaan yang mereka lakukan. “Bahwa
sesungguhnya apapun pekerjaan mereka akan sangat bernilai bagi orang
lain, dan pekerjaannya itu akan dipertanggungjawabkan. Bahwa mereka bisa
begitu mulia dengan pekerjaan yang mereka lakukan”.
Hal inilah yang sudah 14 tahun kami
kampanyekan melalui ESQ 165. Membangun manusia yang memiliki kesadaran
akan tujuan hidup, dari mana asal kita dan mau kemana. Hal itu sangat
penting untuk membangun mental dan karakter manusia. Sudah berbagai
lapisan kami memasuki dunia korporasi, sekolah, organisasi, namun masih
banyak wilayah yang belum tersentuh. Kami berharap jika pelatihan ini
juga diberikan pada pihak-pihak yang juga bersentuhan dengan dunia anak,
maka makin banyak anak yang terselamatkan , tidak lagi jadi korban
kekerasan seksual yang saat ini angkanya terus meningkat ( ARD).
Informasi Gratis Tentang Training ESQ Hubungi :
SMS/WA : 0813-78 444 341
BlackBerry : 740F03CA
frans.esqlcriau@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar